sebuah quotes di awal nih:
-Saat mata beradu dengan selain mata, ia tak kan bisa melihat sebenar apa yang dikatakan saat dua pasang mata saling beradu- (@putudiahpp)
inti dari quotes itu adalah, jangan pernah percaya banget sama yang kamu lihat, semua yang kamu lihat belum tentu benar, tapi saat mata mu berbicara karna menatap mata yang lain, percayailah :D
okeh, langsung cek aja cerpe terbaru mimin yaaa :)
selamat membaca :)
Tak
seperti yang sebenarnya terjadi
Terkadang apa yang kita lihat tak seperti apa yang
sebenarnya terjadi, pemikiran pemikiran
sempit dan emosi sangat mempengaruhi semua ini, membuat keadaan semakin runyam,
membuat kesalahpahaman yang semakin salah hingga banyak rasa yang tersakiti.
Ya, itu lah hidup, terlalu banyak
pemikiran , kekhawatiran tentang cinta sehingga terlalu banyak yang terluka akibat cinta itu sendiri, tapi entah mengapa mereka tak
pernah beranjak dengan cinta itu, sangat aneh.
Radit terdiam, pemikiran –
pemikiran yang sedari tadi meghantui nya membuatnya berpikir dua kali untuk
menemui Sita, gadis yang dulu sempat memalingkan dunianya, membuat dunianya
begitu indah, sekaligus suram. Begitu banyak canda tawa yang mereka lalui
bersama dan tak sedikit lara yang hanya dirasa Radit oleh sikap Sita.
Heh dit,jangan bengong, ntar kesambet setan baru tau
rasa lo!
Ah, kampret lu! Ngagetin gue aja, lagi asik ngayal juga.
Ah elu, paling banter ngayal bokep doang, inget itu dosa
men! Dosa!
Anjir lu Den, mulut lo kayak kaga pernah di sekolahin dah,
ngomong ngasat banget. Heran deh, kenapa gue bisa temenan sama lu.
Deni adalah sahabat
terbaik Radit, semenjak mereka bertemu 17 tahun yang lalu ketika orang tua
Radit pindah ke rumah disamping rumahnya Deni, mereka sangat akrab, akrab
sekali.
Gimana lu sama Sita, boy? Siap ketemu ntar malem pas acara
makrab?
Radit hanya terdiam.Pertanyaan Deni tentang Sita seperti
membuka lama kisah sendu di hatinya , kisah yang sudah tak ingin di ungkap.
Kisah yang cukup hanya dijadikan kenangan, kenangan tentang saat dimana hanya
satu orang yang mengerti dan satunya lagi tak akan pernah mengerti.
Masih jelas saat itu, saat mereka sedang dimabuk asmara
Radit selalu menemani kemanapun langkah Sita tertuju dan gampang cemburu saat
Sita berbincang dengan Dika. Entah kenapa, ada sebuah perasaan takut yang
mendalam yang dirasakan oleh Radit pada Dika jika nantinya ia mengambil Sita
dari hidupnya.
Ya, Dika memang sedari dulu sudah menyukai Sita. Ia selalu
berusaha membuat Sita tertarik padanya, namun hati Sita hanya berlabuh ke satu
hati, yaitu hatinya Radit.
Walaupun Radit tahu apa yang Sita rasa, bagaimana perasaan
Sita terhadap Dika, Radit tetap saja cemas, tetap takut jika nantinya Sita
mulai terbujuk rayuan Dika, sehingga Radit selalu mengawasi langkah Sita.
Kadang, hal ini membuat Sita sedikit merasa tidak nyaman,
namun ketidaknyamanan itu selalu dia coba untuk mengerti sebagai rasa sayang
Radit padanya. Mereka berdua sangat serasi, banyak orang yang mengatakan bahwa
mereka jodoh, namun sayangnya orang lain tersebut bukan Tuhan yang bisa
memastikan bahwa mereka benar – benar berjodoh.
19 Desember 2010, masih jelas cerita yang menggores benak Radit.
Saat itu, Radit dan Sita terlibat obrolan yang panas. Sita hanya ingin
mengungkapkan ketidaknyamanannya tentang sikap overprotective Radit, namun
Radit yang sedari tadi emosi tak bisa
untuk mengerti Sita, sampai akhirnya ia berjalan pergi meninggalkan Sita begitu
saja. Disana, Sita tampak sangat sedih, amat sedih. Air matanya tak berhenti
menetes, membasahi paras ayunya.
Handphone Radit berbunyi, ada pesan dari Sita
“Dit, inget ga hari ini tanggal berapa? Hari ini 19 Desember 2010, tepat 2 tahun kita pacaran. Kamu bilang, setiap
tanggal ini aku boleh nyampein unek – unek ku ke kamu, sebagai bahan
introspeksi buat hubungan kita, tapi kenapa kamu malah marah? Aku ga ngerti
dit, kenapa kamu bersikap kayak tadi ke aku. Dit, kamu ngga lupa kan sama
janjimu ke aku? Di perayaan hari jadi kita yang kedua, kamu bakal ngajak aku ke
lapangan basket yang ada di kampus dan ngajarin aku maen basket, masih inget
kan? Aku masih nunggu itu Dit. Aku tunggu kamu di tempat yang kamu janjikan.”
Radit yang kesal hanya
terdiam. Pikirannya menerawang jauh. Ia bingung, haruskah ia pergi dan
menganggap semua baik – baik saja atau haruskah Ia tak datang agar Sita mau
mengerti isi hatinya.
Saat itu sudah pukul 16.00 namun Radit tak kunjung datang. Sudah
sejam lamanya Sita menunggu Radit, namun ia tetap berkeyakinan Radit akan
menemuinya.
2 jam menunggu, Radit tak kunjung datang. Kini hujan pun
mulai membasahi tubuh Sita yang mungil itu. Deni yang kebetulan lewat di
pinggir lapangan basket melihat Sita seperti orang gila yang hanya duduk di
tengah lapangan basket , kemudian langsung menghubungi Radit. Radit yang merasa
cemas akan kondisi Sita pun langsung bergegas menuju lapangan basket tempat
yang mereka janjikan. Namun sayang, Radit terlambat beberapa menit dari Dika
yang sedari tadi memperhatikan Sita dari kejauhan dan kini Dika mulai mendekat. Dika kemudian memayungi Sita yang tampak
sudah kedinginan dan basah kuyup. Dika yang melihat Radit tengah mendekat
memanfaatkan kesempatan itu untuk membuat Radit cemburu dengan merangkul tubuh
lemah Sita, namun Sita menolak rangkulan itu. Radit segera berlari menghampiri
mereka berdua dan dengan segera menghujani Adit dengan pukulan. Sita yang
melihat itu langsung berteriak dan meminta Radit berhenti meninju Dika yang
mulai tampak babak belur.
Dit, please berhenti. Dika cuma mayungin aku doang.
Kamu bilang berhenti?Cuma mayungin? Dia itu tadi mau
ngerangkul kamu ta!
Ia, tapi kan aku ga mau di rangkul sama dia. Ya udah sih
dit, tenangin diri kamu dulu.
Tenang? Dengan semua yang aku liat di depan mata ku, kamu
nyuruh aku tenang? Jangan- jangan kamu
seneng lagi kalo bisa di payungin sama Dika!
Dit, jaga deh ucapan kamu. Aku dari tadi disini nungguin
kamu. Kamu tau? Berapa waktu yang aku habisin disini ujan – ujanan cuma buat
ketemu kamu?
Ah, aku udah ga bisa percaya sama kamu ta, kamu udah
ngekhianatin kepercayaan yang aku kasi ke kamu! Selamat tinggal!
Radit pun pergi menjauh,sembari berharap Sita akan menarik tangannya
,mempertahankan atau bahkan hanya sekedar memanggil namanya
Sita yang mencoba meraih tangan Radit kemudian terpeleset
dan jatuh. Ia tak sanggup berdiri lagi. Dia hanya menangis sambil memanggil
nama Radit namun Radit yang tak mendengar panggilan Sita tetap bergerak menjauhi Sita.
****
Woy! Tuh kan, lu ngayal lagi! Mending lu sekarang ambil tuh
hape dan cepet bayar ke kasir. Bentar lagi kita ada makrab bareng Sita di
Sadranan. Gue ga mau loh kalo gue terpisah dari rombongan gara – gara gue lama
nungguin lu disini.
Iye dah, bawel banget l!udah
kayak cewe aja lu!
Mereka berdua kemudian beranjak dari tempat makan , bergegas
menuju kampus dan mulai berbaur dengan rombongan mahasiswa yang akan menuju
pantai Sadranan.
Sesampainya di pantai Sadranan, mereka diberikan waktu 4 jam
untuk menikmati indahnya pantai itu. Pantai itu sangat indah, pasirnya berwarna
putih dan lautnya berwarna biru, alamnya masih sangat terasa kental. Setelah
lama menyusuri pantai itu, ada satu bagian yang paling menarik untuk Radit.
Sebuah bukit yang ada di dekat pantai itu. Ia pun mencoba mencari jalan untuk
menuju bukit itu. Saat ia mencapai bukit itu, tampak seorang gadis yang sangat
ia kenal menangis disana. Entah kenapa, tangisan itu menggores hati Radit. Ia
pun memberanikan diri untuk membuka pembicaraan.
Ta, lu kenapa nangis? Ada masalah ya antara lo sama Dika?
Eh, Radit? Kamu kok disini? Ngga kok, bukan apa – apa. Cuma
lagi pengen nangis aja kok.
Suasana disana begitu canggung dan sangat hening, tak
seperti pemikiran pemikiran mereka yang seperti tengah menghadapi perang batin
antar kedua nya.
Sesekali Radit memandangi Sita, begitu pun sebaliknya, namun
mereka hanya terdiam membisu. Radit terus memperhatikan wanita yang sempat
mengisi hari – harinya itu dan kemudian matanya tertuju pada kaki mungil Sita yang
terbalut perban.
Ta, kaki lu sakit ya? Abis jatoh?
Iya dit, habis jatoh waktu kita lagi hujan – hujanan. Waktu
aku mau nyamperin dan ngeraih tangan kamu, aku kepeleset ampe kekilir kayak
gini.
Radit terdiam, pikirannya berkecamuk.
Tuh kan, lu udah salah
langkah Dit! Ah bego! Emosi lu emang
bener – bener bikin semuanya salah paham Dit! Coba deh lu pikir – pikir
lagi, kalo dia kepleset dan jatoh trus dia triak sekenceng apapun pas lagi
ujan, sampe nenek lu bisa ngangkat motor juga
kaga bakal kedengeran kan? Ah bego lu Dit! Kenapa lu ninggalin dia coba?
Ah bego!
Perasaan itu berkecamuk dalam diri Radit.
Ta, maafin aku ya. Aku
udah sering bikin kamu nangis , sering ngatur kamu dan ngikutin semua jejak
langkah kamu. Aku gini karna aku cuma takut ngalamin kehilangan ta. Maafin aku.
2 comments:
bagus liph cerpennya, cukup bisa membawa emosi pembaca :D
beberapa hal yg menurutku perlu diperbaiki, pembedaan tulisan untuk narasi dan kalimat dialog tokoh dalam narasi, trus paragraf dan spasi, aku gak terlalu nyaman bacanya, hehe
guslak! terus berkarya positif!!
wah, terimakasih masukannya :)
Post a Comment